Kamis, 25 Juli 2013

Silsilah Siagian

Silsilah Siagian


Orang Batak mempunyai cerita atau legenda atau “Tarombo” sendiri bahkan berawal dari manusia pertama / generasi pertama (1 generasi 100 tahun). Inilah yang disebut Legenda Keajaiban yang berlangsung selama 30 generasi. Legenda Keajaiban berlanjut ke Silsilah orang Batak sebanyak 12 generasi, kemudian dilanjutkan dengan Silsilah Marga hingga sekarang ini sekitar 20 generasi. Di hitung dari jumlah generasi, silsilah orang Batak sudah seputar 6.000 tahun.
Tarombo Batak di-analogi-kan sebagai “Pohon Beringin”, mempunyai akar, batang, dahan, ranting, daun, bunga dan buah. Ada peribahasa Batak yang berbunyi sebagai berikut: “Tinitip sangga bahen huru-huruan, jolo sinungkun marga asa niboto partuturon“, artinya “tanyakan dulu marga, barulah diketahui kekerabatan”. Tata krama ini berlaku hingga saat ini dalam adat Batak. Contohnya, kalau saya bermarga Siagian bertemu dengan seseorang yang memperkenalkan diri bermarga Siagian, saya akan bertanya kepadanya Siagian-nya dari mana, kemudian saya tanyakan lagi Siagian nomer berapa. Dengan demikian saya bisa menentukan / mendeklarasikan bahwa dia saya panggil cucu, anak, abang atau adik, paman atau nenek. Tegasnya kalau dia bernomer 17 akan saya sebut cucu, kalau dia bernomer 16 akan saya sebut anak, kalau dia bernomer 15 akan saya sebut abang atau adik, dan kalau dia bernomer 14 akan saya sebut bapak, dan kalau dia bernomer 13 akan saya sebut nenek. Tidak hanya itu, tata krama adat Batak diatas juga berlaku antar marga. Contohnya, kalau istri saya bermarga Tampubolon, maka saya akan menyebut semua marga Tampubolon Hulahula / Raja / Tulang. Demikian pula kalaau adik saya perempuan menikah dengan marga Situmorang, maka kerabatnya akan saya sebut Lae (ipar) / Amangboru (paman).
Oleh sebab itu kalau seseorang Batak tidak tahu Taambo / silsilah / Tarombo-nya, maka dia akan sulit mengikuti tata krama Batak. Tata krama yang diceritakan ini tidak berlaku atau diberlakukan kepada suku atau etnik lain. Maka dalam pergaulan sehari-hari, pergaulan orang Batak tidak kaku bahkan luwes, sehingga dia bisa hidup dimana-mana. Tidak menjadi penghalang orang Batak menikah dengan suku atau etnik lain, karena mereka akan diberi atau diangkat marga sesuai dengan aturan main yang ada.

Adapun garis besar silsilah Siagian adalah sebagai berikut:

 

SILSILAH DAN SEJARAH MARGA BATAK DARI RAJA BATAK

SILSILAH DAN SEJARAH MARGA BATAK DARI RAJA BATAK

Pembagian utama Si RAJA BATAK  :
  1. Guru Tateabulan
  2. Raja Isumbaon
Belahan yang dinamakan LOTUNG, yang mencakup kelompok suku yang sebenernya, yaitu Himpunan BORBOR, dan juga sejumlah marga yang lebih kecil, berasal dari Guru Tateabulan.
Yang dinamakan belahan SUMBA yang ke dalamnya termasuk sisa kelompok suku dan marga lainnya, berasal dari Raja Isumbaon.
Yang termasuk BELAHAN LOTUNG ada 5 yaitu :
  1. Raja biakbiak
  2. Saribu Raja
    Mempunyai 3 Kelompok yaitu
    1. LONTUNG
    2. BORBOR
    3. BABIAT
  3. Limbong Mulana
    Mempunyai 1 Kelompok yaitu Limbong (Habeahan)
  4. Sagala Raja
    Mempunyai 1 kelompok yaitu Sagala
  5. Malau Raja
    Mempunyai 4 kelompok yaitu
    1. Paseraja – Malau
    2. Manik
    3. Ambarita
    4. Gurning
Rupanya, raja Biakbiak pergi ke Aceh. Tidak diketahui, apakah ia meninggalkan keturunan.
Limbong pada pokoknya mendiami suatu lembah di sebelah selatan penggung gunung, yang menghubungkan Pusuk Buhit dengan tanah datar, dan Sagala Raja Lembah yang ke arah utara punggung gunung.
Malau Raja tersebar di kawasan sekeliling Pangururan (pulau dan tanah diseberangnya), dan dengan memakai nama Damanik, ia adalah marga yang memerintah di wilayah swapraja Siantar di Sumatera Timur.
Belahan SUMBA meliputi :
  1. Tuan Sori – mangaraja
    mempunyai 3 kelompok :
    1. Nai Ambaton
    2. Nai Rasaon (R.Mangarerak)
    3. Nai Suanon(Tuan Sorbadibanua)
  2. Raja ni Asiasi
Pertama saya akan membahas tentang pembagian Belahan LONTUNG :
  1. LONTUNG
    Yang mempunyai anak meliputi :
    1. Situmorang
      Mempunyai anak :
      1. Lumban Pande
      2. Lumban Nahor
      3. Suhut ni Huta
      4. Siringoringo
        Mempunyai anak :
        1. Lumban Toruan
        2. Sipangpang
        3. Rumapea
      5. Sitohang uruk
      6. Sitohang tonga – tonga
      7. Sitohang toruan (Lumban Gaol)
    2. Sinaga
      Mempunyai anak :
      1. Bonor
        Mempunyai anak :
        1. Sidahan Pitu
        2. Nadiheong
      2. O. Ratus
      3. Uruk
    3. Pandiangin
      Mempunyai anak :
      1. R. Humitap (Pandiangin)
        Mempunyai anak :
        1. Toga Pande
        2. Lumban Uruk
        3. Suhut ni Huta
        4. Lumban Toruan
      2. R. Sumonang
        Mempunyai anak :
        1. R. Gultom
        2. Sidari(Harianja)
        3. Pakpahan
        4. Sitinjak
    4. Nainggolan
      Mempunyai anak:
      1. Ruma Hombar
        Mempunyai anak :
        1. Lumban Tungkup
          Dibagi :
          1. Ruma Hombar
          2. Lumban Raja
        2. Lumban Nahor
        3. Huta Balian
        4. Lumban Siantar
      2. Si Batu
        Mempunyai anak :
        1. Parhusip
        2. Batuara
        3. Siahaan
        4. Ampapaga
    5. Simatupang
      Mempunyai anak :
      1. Sitoga Torop (Siborutorop)
      2. Sianturi
      3. Siburian
    6. Aritonang
      Mempunyai anak :
      1. Ompu Sunggu
      2. Rajagukguk
      3. Simaremare
    7. Siregar
      Mempunyai anak :
      1. Silo
      2. Dongoran
      3. Silali
        Mempunyai anak :
        1. Ritonga
        2. Sormin
      4. Siagian
    Keempat marga ‘induk’ pertama dari Limbong bermukim di Samosir Selatan Situmorang dan juga di wilayah – wilayah Sabulan dan Janjiraja, yang terletak berhadapan dengan tanah di seberangnya Pandiangin. Sebagian dari Situmorang mendiami wilayah – wilayah Lintong dan Parbuluan Ritonga; keduanya berada di dataran tinggi sebelah barat Gunung Pusuk Buhit; Dari Pandiangin, sebagian dari keempat marga R. Sumonang (Samosir) pindah ke Habinsaran Selatan kira – kira di sekeliling Pangaribuan Sinaga, dan dari sana pergi ke Pahae Timur Ritonga. Satu cabang dari Nainggolan dapat juga ditemukan disana. Satu kombinasi dari bagian – bagian Situmorang dan Nainggolan bisa dijumpai di Pusuk.
    Ketiga marga ‘induk’ terakhir dari LONTUNG menetap dikawasan pantai danau dekat Muara Simatupang dan Aritonang, masing – masing menduduki wilayahnya sendiri, dan juga di pulau kecil bernama PULO yang terletak diseberangnya. Siregar pergi ke Muara dari wilayah kecil Siregar yang terletak di Sigaol yang lain – lainnya langsung pergi ke sana dari Urat di Samosir. Pecahan – pecahan Simatupang dan Aritonang pergi ke pinggiran Dataran Tinggi Humbang yang berbatasan dengan Muara, tempat mereka menduduki wilayah – wilayah Paranginan dan Huta Ginjang. Pecahan – pecahan Siregar berjalan melalui Humbang menuju Habinsaran Selatan Sinaga, dan dari sana pergi ke Sipirok Silali dan dolok (dimana terdapat marga Ritonga dan Sormin) dan ke Pahae Timur (wilayah – wilayah Onan Hasang dan Simangumban). Satu kelompok kecil Siregar dapat juga ditemukan antara Laguboti dan Porsea (Tuan Dibangarna)
  2. BORBOR
    Mempunyai anak :
    1. Tuan Bala Sanuhu
      Mempunyai anak :
      1. Rimbang Sudara
        Mempunyai anak :
        1. Pongpang
        2. Bala Saribu
          Mempunyai anak :
          • Datu Datu(Pasaribu)
            Mempunyai anak :
            1. Sariburaja(Pasaribu)
            2. Batubara
            3. Parapat
            4. Tarihoran
            5. Matondang
            6. Saruksuk
          • Sahang Maima, Sipahutar
        3. Harahap
        4. Tanjung
        5. Pusuk
        6. D. Pulungan
          Mempunyai anak :
          • Pulungan
          • Lubis
        7. Nahulu
      2. Sahang Mataniari
        Mempunyai anak :
        1. Simargolang
        2. Rambe
    Borbor bisa ditemukan tersebvar di seluruh Tapanuli. Keterangan – keterangan mengenai pohon silsilah dan jalan perserakan dari anggota di sana sini cukup banyak mengandung perbedaan.
    Pasaribu dan Lubis dapat ditemukan di Haunatas (dekat Laguboti Sipaettua) dan di wilayah – wilayah Pasaribu dan Lubis yang berada di Habinsaran Tengah Sinaga, dan sepanjang yang opung saya tau, Lubis ada juga di Mandailing Selatan, Pasaribu di Simanosor (Sibolga Selatan) dan Barus Hulu.
    Marga, begitu kisahnya secara bersama – sama merupakan kelompok Daulae di Padang Lawas, Angkola Selatan, Sibolga Selatan dan diantara tempat – tempat lain, di Mandailing sebagai marga penumpang.
    Pada mulanya Sipahutar menempati wilayah kecil dengan nama yang sama di Humbang Timur dari mana dia diusir olehmarga Silitonga(Pohan) lantas dia bergerak ke Pagar Batu, Silindung dan Habinsaran.
    Di Angkola Tengah dan Padang Bolak Harahaplah marga yang berkuasa; di Kuria Batang Toru di Angkola Utara dan di Kuria Sayur Matinggi di Angkola Selatan, Pulungan.
    Rambe merupakan marga yang memerintah di beberapa wilayah Dolok Timur.
Yang Kedua saya akan menjelaskan Belahan SUMBA :
  1. Nai Ambaton
    Mempunyai anak :
    1. Simbolon
      Mempunyai anak :
      1. Tunggul Sibisa
        Mempunyai anak :
        • Simbolon Altong
        • Simbolon Tuan
        • Simbolon Pande
        • Simbolon Panihai
      2. Suhut ni Huta
        Mempunyai anak :
        • Suhut ni Huta(Nai Ambaton di Hulu Barus)
        • Sirimbang
        • Hapotan
    2. Munte
      Mempunyai anak :
      1. Sitanggang
        Mempunyai anak :
        • Sitanggang Bau
        • Sitanggang Lipan
        • Sitanggang Upar
        • Sitanggang Silo
      2. Sigalingging
        Mempunyai anak :
        • Simanik
        • Uruk
        • Marhabang
        • Lali
    3. Tambatua
      Mempunyai anak :
      1. Rumabolon
      2. Ruma Ganjang
        Mempunyai anak :
        • Gr. Sotindion
          Mempunyai anak :
          • Sidabutar
          • Sijabat
          • Sidari
          • Sidabalok
        • Gr. Sijouon
          Mempunyai anak :
          • Turnip
          • Sidauruk
          • Sitio
        • Gr. Saoan
        • Gr. Solaosom
          Mempunyai anak : Sialagan
        • Datu Ronggur
          Mempunyai anak : Sinapitu
        • Raja Tamba
          Mempunyai anak : Tamba
      3. Ruma Horbo
    4. Saragitua
      Mempunyai anak :
      1. O. Tuan Binur
        Mempunyai anak :
        • Saeng
        • Simalanggo
        • Nadeak
        • Simarmata
      2. Saragi
        Mempunyai anak :
        • Sidabungke
        • Saragi Napitu
      3. Tarigan
    5. Sinahampung
    Marga Simbolon dan Munte, bersama dengan Saragitua, tersebar di wilayah – wilayah Samosir Barat. Pecahan – pecahan dari Simbolon dan Sigalingging ada juga yang pergi menuju Si Onom Hudon dan Siambaton di Barus Hulu; Sigalingging juga pergi ke Salak, tempat sebagian mereka membertuk marga sendiri.
    Tambatua pada mulanya pergi ke wilayah Tamba di daratan Pandiangin. Raja Tamba menetap disana, tetapi yang selebihnya pergi ke Saamosir Timur Laut Pandiangin dan menyebar di wilayah itu.
    Saragi menjadi marga yang memerintah di wilayah swapraja Raya di Pantai Timur Sumatera, tempat ia bercabang – cabang secara terpisah. Ia juga menduduki sebuah daerah kecil ditengah wilayah swapraja Siantar.
  2. Nai Rasaon
    Mempunyai anak :
    1. Raja Mangarerak
      Mempunyai anak :
      1. Manurung
        Mempunyai anak :
        • Huta gurgur
        • Huta Gaol
        • Simanoroni
      2. Sitorus
        Mempunyai anak :
        • Sitorus
          Mempunyai anak :
          • Pane
          • Dorling
          • Boltok
        • Sirait
          Mempunyai anak :
          • Siahaan
          • Siagian
        • Butar – butar
          Mempunyai anak :
          • Simananduk
          • Simananti
      3. Purba
      4. Tanjung – Sigulang batu
    Dari kelompok suku marga Manurung, Sitorus, Sirait, dan Butarbutar menduduki seluruh Uluan dalam Kelompok kecil.
    Sebagian Sitorus menduduki wilayah kecil Sitorus di tengah – tengah kelompok Pohan: dari sana cabang – cabangnya memencar ke sekitar Parsoburan, dan di sana antara lain dikenal nama Pane.
    Marga Purba dan Tanjung bisa ditemukan di Pantai Timur Sumatera dan Tanah Karo.
  3. Nai Suanon (Tuan Sorbadibanua)
    Mempunyai anak :
    1. Sibagot ni Pohan
      Mempunyai anak :
      1. Tuan Sihubil
        Mempunyai anak :
        • Tampubolon
        • Silaen
        • Baringbing
      2. Tuan Somanimbil
        Mempunyai anak :
        • Siahaan
        • Simanjuntak
          Mempunyai anak :
          • Nasution
          • Dalimunte
        • Hutagaol
      3. Tuan Dibangarna
        Mempunyai anak :
        • Panjaitan(Dairi)
        • Silitonga
        • Siagian(Pardosi)
        • Sianipar
      4. Sonak Malela
        Mempunyai anak :
        • Simangunsong
        • Marpaung
        • Napitupulu
      Seluruh kelompok Pohan tersebar di Toba Holbung, Humbang sebelah Timur dan di daerah Teluk Porsea, juga di bagian Utara Habinsaran. Bagian – bagian dari kebanyakkan marga itu ditemukan di daerah itu, baik dalam wilayah terpisah maupun dalam bentuk gabungan.
      Bagian – bagian kecil dengan memakai nama Pohan, juga memerintah di Kuria Barus Mudik dan di Kuria Anggoli. Di Mandailing Utara dan Batang Natal, Nasutionlah marga yang memerintah. Dalimunte terdapat di Angkola Selatan. Kedua marga ini dikatakan termasuk kekelompok suku itu.
    2. Sipaettua
      Mempunyai anak :
      1. Pardungdang
        Mempunyai anak :
        • Pangaribuan
        • Hutapea
      2. Pangulu Ponggok
        Mempunyai anak :
        • Hutahaean
        • Aruan
        • Hutajulu
      3. Partano
        Mempunyai anak :
        • Sibarani (Sarumpaet)
        • Sibuea
      Kelompok suku ini menempati kawasan sekitar Laguboti, hidup sendiri – sendiri, atau dalam bentuk gabungan. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada perserakan di tempat lain.
    3. Silahisabungan
      Mempunyai anak :
      1. Sihaloho
        Mempunyai anak :
        • Sinaborno
        • Sinapuran
        • Sinapitu
        • Masopang
      2. Situngkir
        Mempunyai anak :
        • Sipakar
        • Sipayung
      3. Sondi
        Mempunyai anak :
        • Ruma Sondi
        • Ruma Sigap
      4. Sinabutar
      5. Sinabariba
      6. Sinabang
      7. Pintubatu
        Mempunyai anak :
        • Doloksaribu
        • Sinurat
        • Nadapdap
      8. Tambunan
        Mempunyai anak :
        • Lumbanpea
        • Baruara
        • Lumban Gaol
      9. Turgan
      Kelompok suku ini tidak mempunyai kawasan sendiri, tempat bagian – bagiannya hidup bersama. Ia menyebar ke seluruh Tapanuli Utara, sementara cabang – cabang besar juga bisa ditemukan di Pantai Timur(Khususnya di tanah Karo), kadang kadang dengan nama lain.
      Puak – puak dari kelompok ini terutama dijumpai di wilayah – wilayah Silalahi dan Paropo di Pantai Danau Toba(Tanah leluhurnya yang semula); di wilayah – wilayah Parbaba dan Tolping di Samosir Utara; di wilayah – wilayah Tinambun, Doloksaribu dan di banyak tempat lain di Uluan, tempat mereka kadang – kadang tinggal sebagai marga penumpang; di wilayah Naiborhu dekat Porsea; di wilayah – wilayah Tambunan dan Pagar Batu dekat Balige; di wilayah Sigotom dekat Sipahutar; dan juga di Tuka, Sibolga Utara.
    4. Si Raja Oloan
      Mempunyai anak :
      1. Naibaho
        Mempunyai anak :
        • Siahaan
        • Sitangkarean
        • Sidauruk
        • Hutaparik
        • Siagian
      2. Sihotang(Sigodangulu)
        Mempunyai anak :
        • Sipardabuan Uruk
        • Sorganimusu
        • Sitorban dolok
        • Sirandos
        • Simarsolit
        • Sihotang Hasugian
        • Lumbang Batu
      3. Bakkara
      4. Sinambela
      5. Sihite
      6. Simanullang
      Naibaho menempati wilayah kecil dekat Panguruan; Sihotang menempati wilayah dengan nama yang sama di daratan. Keduanya menyebar ke Negeri Dairi; Sihotang juga ke Barus Hulu.
      Bakkara, Sinambela, Sihite dan Simanullang bermukim di daerah leluhur. Dua yang disebut belakangan ada juga di Humbang dan Barus Hulu. Sihite juga merupakan bagian dari wilayah si Ualu Ompu yang kecil dekat Tarutung.
    5. Toga Sumba
      Mempunyai anak :
      1. Sihombing
        Mempunyai anak :
        • Silaban
          Mempunyai anak :
          • Sitio
          • Siponjot
        • Lumban Toruan
          Mempunyai anak :
          • Huta Gurgur
          • Huriara
        • Nababan
          Mempunyai anak :
          • Dolok
          • Toruan
        • Hutasoit
      2. Simamora
        Mempunyai anak :
        • Purba
          Mempunyai anak :
          • Pantom Hobol
          • Parhorbo
          • Sigulang batu
        • Manalu
          Mempunyai anak :
          • Mangararobean
            Mempunyai anak :
            • Sorimunggu
            • Ruma Gorga
            • Sigukguhi
            • Ruma Ijuk
            • Ruma Hole
          • Mangaradolok
            Mempunyai anak :
            • Paruma
            • Pareme
            • Datu Napunjung
            • Datu Soburion
            • Tongkot Manodo
        • Debataraja
          Mempunyai anak :
          • Babiat Naingol
          • Sampetua
          • Gaja Marbulang
        • Rambe
        Kelompok Sihombing menduduki daerah Toga Sumba. Masing – masing dari keempat marga(Cabang – cabangnya belum menjadi marga yang terpisah) menempati wilayahnya sendiri dan hidup bergabung dengan bagian – bagian dari yang lainnya. Sebagian dari kelompok ini memencar ke Pahae Barat Daya.
        Kelompok Simamora menduduki daerah Togu Sumba. Puak puak dari ketiga marga yaitu Purba, Manalu dan Debataraja (cabang – cabang mereka belum menjadi marga terpisah) menduduki wilayah mereka sendiri dan hidup bergabung dengan bagian – bagian dari yang lainnya. Marga Rambe menempati satu wilayah dengan nama yang sama di Barus Hulu bersama bagian – bagian dari ketiga marga lainnya.
        Hampir semua puak dari Simamora dan Sihombing(kecuali Rambe) menempati wilayah kecil Tipang dekat Bakkara, sementara Simamora juga ada di Bakkara sendiri, tempat ia pergi ke dataran tinggi Humbang. Dia juga merupakan satu dari bagian – bagian wilayah Si Ualo Ompu dekat Tarutung.
    6. Togu Sobu(Hasibuan)
      Mempunyai anak :
      1. Sitompul
      2. R Hasibuan
        Mempunyai anak :
        1. Guru Mangaloksa si opat Pisoran
          Mempunyai anak :
          • Hutabarat
            Mempunyai anak :
            • Hapoltahan
            • Sisunggulon
            • Hutabarat Pohan
              Mempunyai anak :
              • Parbaju
              • Partali
          • Panggabean
            Mempunyai anak :
            • Lumban Ratus
            • Simorangkir
            • Lumban Siagian
          • Hutagalung
            Mempunyai anak :
            • Miralopak
              Mempunyai anak :
              • Harean
              • Napitupulu
            • R.Inaina
              Mempunyai anak :
              • Inaina
              • Dasopang
              • Botung
          • Huta Toruan
            Mempunyai anak :
            • Hutapea
            • Lumban Tobing
        2. Guru Hinobaan
          Mempunyai anak : Hasibuan
      Toga Sobu memiliki daerah Leluhur di Lembah Silindung kecuali keturunan Guru Hinobaan yang hanya bisa ditemukan di wilayah Hasibuan yang berada di Tanjung Sigaol.
      Marga Sitompul, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung dan Hutatoruan menduduki wilayah mereka sendiri, mereka bergabung di hanya di wilayah POagar Batu yang baru dibentuk kira – kira 1880 dan berada di pinggiran kelompok suku Naipospos. Beberapa Marga juga menjadi bagian dari wilayah Si Ualo Ompu dekat Tarutung. Setiap Kuria di bagian Utara Sibolga termasuk ke dalam salah satu marga Sobu.
      Hutagalung juga menyebar ke Padang Lawas, terutama ke kawasan Sungai Barumun dan Sosa tempat ia menduduki seluruh selatan dengan nama Hasibuan.
    7. Naipospos
      Mempunyai anak :
      1. Toga Marbun
        Mempunyai anak :
        • Lumban Batu
          Mempunyai anak :
          • Marbun
          • Sehun
          • Meha
          • Mungkur
        • Banjarnahor
        • Lumban Gaol
      2. Toga Sipoholon
        Mempunyai anak :
        • Sinagabariang
        • Hutauruk
        • Simanungkalit
        • Situmeang
      Toga Naipospos menempati wilayah Sanggaran dan Sihikkit ke sebelah Barat Parmonangan.
Inilah Silsilah dan Sejarah marga yang saya ketahui dari Opung saya. Opung saya sudah hidup lebih dr 75 tahun dan menerangkan ini dengan baik seakan – akan ingattannya masih setajam kita yang masih muda. Mari kita Para Pemuda dan Pemudi Batak agar mendalami Silsilah dan Sejarah Suku kita. Semangat Jiwa MUDA!!!!

Kamis, 30 Mei 2013

Merga SiliMa

Ketika seorang suku karo bertemu dengan suku karo lainnya, umumnya yang akan ditanyakan adalah, “kai mergandu?, bere-bere kai kam?”  ya kira kira itulah yang disebut dengan ertutur atau berterombo yakni mencari tahu nama kekerabatan satu sama lain atau tutur. merga merupakan marga dari pihak ayah, bere-bere merupakan marga pihak ibu namun untuk perempuan tidak disebutkan merga tapi beru. Pada prinsipnya setiap suku karo pasti ada ikatan saudara, bersaudara dalam defenisi dan tingkatan seperti apa? itulah yang harus ditilik lebih jauh. Setelah jelas makan akan lahirlah pertanyaan, “jadi kai dage tuturta?” atau dalam lagu lagu karo dikatakan, “adi bage kai dage sibahan orat tuturta ?”  :D
Namun mungkin saja  sekarang akan jarang kita temui pemuda/i karo  paham perihal tutur ini dengan detail bahkan di tanah karo sekalipun apalagi di perantauan, tapi sekali lagi ini hanya kemungkinan :lol: , Sebenarnya saya sendiri pun tidak terlalu hattam namun dulu pernah tahu karna Ayah saya sering menjelaskan, tapi akirnya lupa juga.. :oops: Bahkan nama blog ini yang saya namakan sesuai dengan sub marga saya, ternyata saya salah mengeja :oops: hahaha seharusnya berarti sinisuka.wordpress.com bukan sinusuka.wordpress.com. Tapi ya sudah lah….   itulah alasan saya ingin mencari tahu dan menuliskan kembali perihal ini untuk mengingatkan saya bahwa ada kekayaan budaya yang setidaknya tidak bisa saya lupakan sebagai warisan keluarga saya dan juga tentunya anugerah Tuhan yang besar.
Banyak kisah, kontrovesi dan nilai-nilai yang menarik tentang Suku karo, mulai dari kisah kerajaan haru-karo, penemu kota medan, Putri Hijau, aksara karo, catur karo, kontroversi kebatakan suku karo yang diperdebatkan  banyak sejarawan, sampai kisah “300″ epik kolosal suku karo di Aceh. Namun karna kurangnya referensi yang memadai rasanya itu akan menjadi tugas yang berat. Kita akan coba membahas hal-hal yang sederhana yang saya coba sadur dari berbagai sumber yang bisa saya peroleh.
Group of Karo Warriors
Sekali lagi ini merupkan rangkuman yang saya peroleh dari berbagai sumber, karna sudah jelas saya bukan professor dibidang budaya karo, :D Enjoy!!
  • MERGA/MARGA.

Merga dalam arti kata harafiah dalam bahasa karo adalah mahal dan inilah yang dikonotasikan menjadi Fam keluarga Patrilineal di suku karo.
Secara umum ada lima marga suku karo, yang disebut dengan merga silima yaitu:
I.     Ginting
II.   Karo-Karo
III. Peranginangin
IV.  Sembiring, dan
V.    Tarigan
Dari kelima marga ini masing-masing memliki submarga tersendiri dan sedianya adalah penghuni awal dari suatu desa tertentu, sehngga disebut si mantek kuta dari desa itu. Yang menarik dalam penyampaian sejarah asal usul marga ini dari turun-temurun kadang ada bahasa penyampaiannya hiperbola, fakta dikemas dengan narasi fiktif sehingga perlu effort yang lebih untuk memahaminya. Submarga masing-masing antara lain:

I. Ginting
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
1. Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun.
2. Ginting Munthe
Menurut cerita lisan karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
3. Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. (R.U. GINTING, SH). Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
4. Ginting Sinusinga
Menurut penulis, sejarah Ginting Sinusinga belum lagi jelas, akan tetapi mereka adalah pendiri kampung Singa.
5. Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann, Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
6. Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (Ginting 9 bersaudara), yakni :
- Ginting Babo
- Ginting Sugihen
- Ginting Guru Patih
- Ginting Suka ( ini juga ada di Gayo / Alas)
- Ginting Beras
- Ginting Bukit (juga ada di Gayo / Alas)
- Ginting Garama (di Toba menjadi Simarmata)
- Ginting Ajar Tambun, dan
- Ginting Jadi Bata.
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama ” Bembem br Ginting”, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
7. Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
8. Ginting Tumangger
Hingga sampai saat ini penulis belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi merga ini juga ada di Pak Pak, yakni merga Tumanggor.
9. Ginting Capah
Penulis juga belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi Capah berarti “tempat makan besar terbuat dari kayu”, atau piring tradisional Karo.
Jadi total ada 17 Submarga ginting. meskipun siwah sada ginting bisa dikategorikan serupa tapi tak sama :) , dalam tutur sering kesembilan marga siwah sada ginting disebut ersembuyak atau bisa dikategorkan sebagai satu submarga.

II. Karo-Karo
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
1. Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. menrut legenda disebutkan Purba beristri dua, seorang puteri umang dan seorang ular. Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
~ Purba
Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
~ Ketaren
Dahulu rupanya merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah “Pa Mbelgah”. Nenek moyang merga Ketaren bernama “Togan Raya” dan “Batu Maler” ( referensi K.E.Ketaren).
~ Sinukaban
Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban. Mungkin sekali yang disebut ibu umang tersebut, karena kemudian ia menghilang tak diketahui rimbanya.
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
* Karo-Karo Sekali
Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
* Sinuraya / Sinuhaji
Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
* Jong / Kemit
Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
* Samura, di Samura dan
* Karo-Karo Bukit, di Bukit.
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
2. Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
- Kaban
Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
- Kacaribu
Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
- Surbakti
Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai “Karo-Karo Ulun Jandi”. Merga Lingga juga terdapat di Gayo / Alas dan Pak Pak.
3. Karo-Karo Kaban
Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
4. Karo-Karo Sitepu
Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
5. Karo-Karo Barus
Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya “Sibelang Pinggel” (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest).
Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut “Piring Piringen Kalak Purba”. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
6. Karo-Karo Manik
Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
Jadi total ada 18 Submarga karo-karo.

III.Peranginangin
Merga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
1. Peranginangin Sukatendel
Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
~ Peranginangin Kuta Buluh
Mendiami kampung Kuta Buluh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
~ Peranginangin Jombor Beringen
Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
~ Peranginangin Jenabun
Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat petama nahkoda tersebut tinggal.
2. Peranginangin Kacinambun
Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
3. Peranginangin Mano
Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
4.Peranginangin Bangun
Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan “Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen”. Dimana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (Kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gampa bumi di kampung itu.
Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga “Menjerang” dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang. Merga ini juga pecah menjadi :
* Keliat
Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
* Beliter
Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
5. Peranginangin Pinem
Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama “Enggang” yang bersaudara dengan “Lambing”, nenek moyang merga Sebayang dan “Utih”nenek moyang merga Selian di Pakpak.
6. Sebayang
Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat,
Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain.
Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo / Alas.
7. Peranginangin Laksa
Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
8. Peranginangin Ulunjandi menetap di desa Juhar
9.Peranginangin Penggarun
Penulis juga belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi Penggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku karo.
9. Peranginangin Uwir menetap di singgamanik
10. Peranginangin Sinurat
Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
11. Peranginangin Pencawan
Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
12. Peranginangin Singarimbun
Peranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
13. Peranginangin Limbeng
Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul “Sejarah dan Kebudayaan Karo”.
14.Peranginangin Benjerang menetap di Batukarang
15. Peranginangin Namoaji menetap di Kuta Buluh
16.Peranginangin Tanjung menetap di Pernampen dan Berastepu
17. Peranginangin Prasi
Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.
Jadi total ada 23 Submarga Perangin-angin.

IV. Sembiring
Merga Sembiring secara umum membagi diri menjadi dua kelompok yaitu Sembiring yang memakan anjing dan Sembiring yang berpantang memakan anjing. (saya baru tahu juga ini :D )
a. Sembiring Siman Biang
1. Sembiring Kembaren
Menurut Pustaka Kembaren, asal-usul merga ini terdiri dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala, berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama “Pisau Bala Bari”. Keturunannya kemudian mendirikan kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan.
Dari sana kemudian menyebar ke Liang Melas, saperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negerijahe, Gunong Meriah,
Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah dan lain-lain. Merga ini juga tersebar luas di Kab. Langkat saperti Lau Damak, Batu Erjong-Jong,
Sapo Padang, Sijagat, dll.
2. Sembiring Keloko
Menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Merga Sembiring Keloko tinggal di “Rumah Tualang”, sebuah desa yang sudah ditinggalkan antar Pola Tebu dengan Sampe Raya. Merga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang.
3. Sembiring Sinulaki
Sejarah merga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren, karena mereka masih dalam satu rumpun. Merga  Sinulaki berasal dari Silalahi.
4. Sembiring Sinupayung
Merga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri.
Keempat merga ini boleh memakan anjing sehingga disebut Sembiring Siman Biang.
b. Sembiring Singombak
Konon salah seorang nenek moyang merga Sembiring pernah dikejar musuhnya kemudian menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke sebuah sungai dan hampir tenggelam. Seekor anjing kemudian menyelamatkan orang itu dan membawanya ke seberang. Mulai dari situ sungai tersebut dinamakan Lau Biang dan Merga Sembiring Singombak berjanji untuk pantang makan daging anjing. Dan juga ada kebiasaan menghanyutkan abu-abu jenasah keluarganya yang telah meniggal dunia dalam perahu kecil melalui Lau Biang (Sungai Wampu) yang konon dipercaya di lautan luas akan bertemu dengan sungai Gangga India yang dianggap suci itu.
Adapun kelompok merga Sembiring Singombak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama “Megit”dan pertama kali tinggal
di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe.
2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.
3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.
4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung “Limang”. Menurut ahli sejarah karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).
5. Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.
6. Sembiring Keling
Menurut cerita lisan karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan  mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.
7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah
menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan
Bekancan.
8. Sembiring Bunuaji
Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.
9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.
10. Sembiring Pelawi
Sejarah mengatakan,bahwa Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu “Sierkilep Ngalehi”, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.
11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.
12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat / bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak- anak mereka. Rurun untuk merga Milala adlah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adlah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah “Kaban”, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.

V. Tarigan
Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. “Legenda Merga Tarigan” dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978) yang menyebutkan merga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Mereka disebut sebagai bangsa Umang. Pada suatu hari, isteri manusia umang Tarigan ini melahirkan sangat banyak mengeluarkan darah. Darah ini, tiba-tiba menjadi kabut dan kemudian jadilah sebuah danau. Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu. Tiga orang keturunan merga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung “Sigurda-Gurda”
berkepala tujuh. Untuk itu Tarigan memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh manok Sigurda-gurda tersebut. Sementar di bawah gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng merga Tarigan.
Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis
itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang merga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging merga Ginting Manik lalu minta bantuan kepada merga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya tersebut. Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan merga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ; Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik.
Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu. Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang Merga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).

Adapun cabang-cabang dari merga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
1. Tarigan Tua, kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan
Pergendangen ;
2. Tarigan Bondong, di Lingga ;
3. Tarigan Jampang, di Pergendangen ;
4. Tarigan Gersang, di Nagasaribu dan Beras Tepu ;
5. Tarigan Cingkes, di Cingkes ;
6. Tarigan Gana-gana, di Batu Karang ;
7. Tarigan Peken (pecan), di Sukanalu dan Namo Enggang ;
8. Tarigan Tambak, di Kebayaken dan Sukanalu ;
9. Tarigan Purba, di Purba ;
10. Tarigan Sibero, di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong
Beringen, Selakar, dan Lingga ;
11. Tarigan Silangit, di Gunung Meriah (Deli Serdang) ;
12. Tarigan Kerendam, di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke
Siak dan menjadi Sultan disana ;
13. Tarign Tegur, di Suka ;
14. Tarigan Tambun, di Rakut Besi dan Binangara ;
15. Tarigan Sahing, di Sinaman
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak Interntional Hotel Berastagi merekomendasikan, agar pemakaian merga berdasarkan “merga silima”, yaitu ;
1. Ginting
2. Karo-Karo
3. Peranginangin
4. Sembiring, dan
5. Tarigan
Sementara sub merga, dipakai di belakang merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian merga dan sub merga tersebut.
  • TUTUR

Tutur seperti yang telah dijelaskan diatas merupakan tingkat kekerabatan atau nama kekerabatan satu sama lain, namun untuk itu kita harus membahas terlebih dahulu hal-hal yang mendasari tutur tersebut.
~RAKUT SI TELU
Rakut Sitelu atau dalam arti harafiah tiga pengikat atau juga disebut daliken sitelu artinya 3 batu tungku api (dalam suku batak Toba disebut dalihan na tolu) . Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
Kalimbubu
Anak Beru
Senina
Ketiga rakut diatas dapat dibagi lagi kedalam sub-sub bagian masing yakni :
1. Kalimbubu
Kalimbubu dapat didefenisikan sebagai keluarga pemberi istri jadi keluarga pihak ibu merupkan kalimbubu bagi pihak pria. Kalimbubu sering juga di sebut sebagai dibata ni idah (atau tuhan yang kasat mata) sehingga harus hormat kepada pihak kalimbubu atau mehamat erkalimbubu. Dapat dibagi lagi menjadi :
  • Kalimbubu tua/kalimbubu bena-bena
  • Kalimbubu simupus/kalimbubu dareh
  • Kalumbubu Kampah
  • Kalimbubu simajek dalikan
  • Kalimbubu siperdemui
  • Kalimbubu sembuyak
  • Kalimbubu taneh/Kalimbubu sinajek lulang
  • Puang Kalimbubu/ Kalimbubu dari kalimbubu
  • Puang ni puang/Kalimbubu dari puang kalimbubu
2. Senina
Senina merupakan keluarga satu garis keturunan atau semarga atau hubungan lain yang semarga. Dapat kita kelompokkan menjadi :
  • Sembuyak
  • Senina Siparibanen
  • Senina Sipemeren
  • Senina Sipengalon
  • Senina Sicimbangen
3. Anakberu
Anakberu merupakan keluarga yang mengambil  isteri atau pihak mempelai pria. Anakberu dapat kita bagi lagi menjadi beberapa sub bagian:
  • Anakberu Ipupus/anakberu dareh
  • Anakberu Iangkip
  • Anakberu Sincekuh baka tutup
  • Anakberu Tua
  • Anakberu Singerana/sirunggu/singerakut bide
  • Anakberu Menteri
  • Anakberu Singikuri
  • Anakberu Singikuti
Untuk penjelasan detail ketiga sangkep nggeluh diatas akan dilanjutkan kemudian :) maaf referensi masih terbatas :D
~TUTUR SI WALUH
Nah tibalah kita pada terombo, Tutur siwaluhadalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang terdiri dari delapan golongan tutur:

  • Kalimbubu
    Yaitu keluarga dari mempelai wanita
  • Puang kalimbubu
    Yaitu Kalimbubu dari Kalimbubu
  • Senina
    Yaitu kelurga semarga
  • Sukut/Sembuyak
    Yaitu keluarga sedarah saudara kandung namun biasa juga di pakai untuk keluraga satu sub marga.
  • Senina Sipemeren
    Yaitu Saudara karena ibu mereka bersaudara atau saudara satu bere-bere.
  • Senina sepengalon/sedalanen
    Yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
  • Anak beru
    Yaitu keluarga yang mengambil  isteri atau pihak mempelai pria
  • Anak beru menteri
    Yaitu anak beru dari anak beru.
~PERKADE-KADEN SEPULUH DUA TAMBAH SADA
Saya juga kurang paham kenapa disebut Perkade-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (kekerabatan dua belas tambah satu) kok ga disebut Perkade-kaden sepuluh Telu aja atau kekerabatan tiga belas, hahaha
tapi sudah lah, Ke-13 kekerabatan/Perkade-kaden itu antara lain :
  1. Bapa
  2. Nande
  3. Anak
  4. Nini
  5. Bulang
  6. Kempu
  7. Bengkila
  8. Bibi
  9. Permen
  10. Mama
  11. Mami
  12. Bere-bere
  13. Teman Meriah
Sebenarnya penjelasan diatas masih perlu banyak penyempurnaan dan penjelasan yang lebih detail yang saya sendiri kurang paham, :) tapi kedepan akan coba saya perbaiki satu per satu, kalau ada input silahkan di comment saja, saya akan sangat menghargai jika ada masukan dan koreksi yang membangun :) , Mejuah-juah. Tuhan masu-masu…

Asal Usul Marga Sembiring

   
Masyarakat Karo adalah salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Etnis ini masuk ke dalam etnis Batak. Secara administrasi negara, Karo sebagai wilayah adalah sebuah Kabupaten dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 3,01 % dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Akan tetapi bila membicarakan wilayah budaya masyarakat Karo secara tradisional, masyarakat Karo  tidak hanya mencakup Kabupaten Dati II Karo sekarang ini saja, tetapi mencakup kewedanaan Karo Jahe yang mencakup daerah tingkat II Deli Serdang, terdiri dari Kecamatan Pancurbatu, Kecamatan Biru-Biru, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Lau Bakeri dan Kecamatan Namorambe (Tambun, 1952:177-179), Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan STM Hulu, Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Bangun Purba, Kecamatan Galang, Kecamatan Tanjong Morawa, Kecamatan Deli Tua, Kecamatan Patumbak, Kecamatan Sunggal (Brahmana, 1995:11). Di daerah tingkat II Langkat mencakup Kecamatan Sei Binge, Kecamatan Salapian dan Kecamatan Bahorok, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai dan Kecamatan Padang Tualang. Di daerah tingkat II Dairi, di Kecamatan Tanah Pinem, Kutabuluh, di daerah tingkat II Simalungun di sekitar perbatasan Karo dengan Simalungun, dan di daerah Aceh Tenggara (Prop NAD). Di daerah-daerah ini banyak ditemukan masyarakat Karo.

Masyarakat Karo dan Hindu
Dalam beberapa literatur tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo.
Menurut Sangti (1976:130) dan Sinar (1991:1617), sebelum klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-Angin menjadi bagian dari masyarakat Karo sekarang,  telah ada penduduk asli Karo pertama yakni klen Karo Sekali. Kedatangan kelompok klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-Angin, akhirnya membuat klen pada masyarakat Karo semakin bertambah. Klen Ginting misalnya adalah petualangan yang datang ke Tanah Karo melalui pegunungan Layo Lingga, Tongging dan akhirnya sampai di Dataran Tinggi Karo. Klen Tarigan adalah petualangan yang datang dari Simalungun dan Dairi. Perangin-angin adalah petualangan yang datang dari Tanah Pinem Dairi. Sembiring diidentifikasikan berasal dari orang-orang Hindu Tamil yang terdesak oleh pedagang Arab di Pantai Barus menuju Dataran Tinggi Karo, karena mereka sama-sama menuju dataran tinggi Karo, kondisi ini akhirnya, menurut Sangti mendorong terjadi pembentukan merga si lima (Marga yang lima). Pembentukan ini bukan berdasarkan asal keturunan menurut garis bapak (secara genealogis patrilineal) seperti di Batak Toba, tetapi sesuai dengan proses peralihan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Karo Tua kepada masyarakat Karo Baru  yakni lebih kurang pada tahun 1780. Pembentukan ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Aru dengan penduduk asli.
Kini hasil pembentukan klen ini akhirnya melahirkan merga si lima (klen yang lima) yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Karo saat ini. Akhirnya masyarakat Karo yang terdiri  dari merga si lima yang berdomisili di Dataran Tinggi,  kemudian menyebar ke berbagai wilayah di sekitarnya, seperti ke Deli Serdang, Dairi Langkat, Simalungun dan Tanah Alas (Aceh Tenggara). Bahkan secara individu kini mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, maupun ke luar wilayah negara Indonesia.
Tidak dapat disangkal, walaupun kebudayaan Hindu telah mengalami masa surut pada daerah di Indonesia akibat didesak oleh Islam dan Kristen, namun sisa-sisa keberadaannya yang bersifat monumental masih banyak ditemukan. Di Sumatera, di Jawa maupun di daerah lainnya, dalam bentuk fisik, masih kokoh berdiri bangunan Candi, sedangkan dalam bentuk non-fisik, seperti agama Hindu, bahasa maupun tatacara kehidupan masyarakat masih dapat ditemui pada kelompok-kelompok masyarakat Indonesia tertentu. Khusus pada masyarakat Karo, peninggalan Hindu yang paling monumental adalah marga yaitu marga Sembiring.

Marga Sembiring dan Keturunan Masyarakat Hindu
Dari sekian banyak peninggalan Hindu yang terdapat pada masyarakat Karo, barangkali yang keabadiannnya kelak melebihi usia bangunan Candi adalah marga yaitu marga Sembiring.
Sejak kapan resmi Sembiring menjadi bagian dari marga masyarakat Karo, tidak diketahui pasti. Tetapi diperkirakan Sembiring ini adalah marga yang termuda dari  lima cabang marga yang ada pada masyarakat Karo.
Sembiring berasal dari kata Si + e + mbiring. Mbiring artinya hitam. Si e mbiring artinya yang ini hitam. Melihat makna kata Si e mbiring, kiranya cukup jelas bahwa yang dimaksud adalah segerombolan manusia yang berkulit hitam. Bagi penduduk Asia Tenggara, orang-orang yang berkulit hitam ini adalah orang Tamil atau Keling yang berasal dari Asia Selatan (India).
Penyebaran atau kedatangan orang-orang Tamil ini diperkirakan tidak bersamaan waktunya. Penyebarannya secara bergelombang. Kedatangan mereka ke dataran tinggi Karo, tidak secara langsung. Boleh jadi  setelah beberapa tahun atau puluhan tahun menetap di sekitar pantai Pulau Sumatera. Mereka ini masuk ke dataran tinggi Karo, boleh jadi terutama disebabkan terdesak oleh pedagang-pedagang Arab dengan Agama Islamnya.
Brahma Putro menyebutkan kedatangan orang Hindu ini ke pegunungan (Tanah Karo) di sekitar tahun l33l-l365 masehi. Mereka sampai di Karo disebabkan mengungsi karena kerajaan Haru Wampu tempat mereka berdiam selama ini diserang oleh Laskar Madjapahit. akan tetapi ada pula yang memberikan hipotesa, penyebaran orang-orang Tamil ini akibat terdesak oleh pedagang-pedagang Arab (Islam) yang masuk dari Barus.
Orang-orang Tamil (+ pembauran) yang kalah bersaing ini lalu menyingkir ke pedalaman pulau Sumatera, salah satu daerah yang mereka datangi adalah Tanah Karo. Menurut cerita-cerita dari tetua, kedatangan mereka di Tanah Karo diterima dengan baik. Mereka disapa dengan si mbiring. Akhirnya pengucapan si mbiring  berubah menjadi Sembiring dan kemudian menjadi marga yang kedudukannya sama dengan marga yang lain.

Pembagian Marga Sembiring
Adapun pembagian marga Sembiring, setelah resmi menjadi bagian dari masyarakat Karo adalah sebagai berikut
No Sembiring Desa Asal (Kuta Kemulihen)
1 Kembaren Samperaya, Liangmelas
2 Sinulaki Silalahi, Paropo
3 Keloko Pergendangen, Tualang, Paropo
4 Pandia Seberaya, Payung, Beganding
5 Gurukinayan Gurukinayan, Gunungmeriah
6 Brahmana Rumah Kabanjahe, Perbesi, Limang, Bekawar
7 Meliala Sarinembah, Kidupen, Rajaberneh, Naman, Munte
8 Depari Seberaya, Perbesi, Munte
9 Pelawi Ajijahe, Perbaji, Selandi, Perbesi, Kandibata.
10 Maha Martelu, Pandan, Pasirtengah
11 Sinupayung Jumaraja, Negeri
12 Colia Kubucolia, Seberaya
13 Pandebayang Buluhnaman, Gurusinga
14 Tekang Kaban
15 Muham Susuk, Perbesi
16 Busok Kidupen, Lau Perimbon
17 Sinukaban Tidak diketahui lagi desa asalnya
18 Keling Rajaberneh, Juhar
19 Bunu Aji Kutatengah, Beganding
20 Sinukapar Sidikalang, Sarintonu, Pertumbuken
Catatan: Desa asal ini dapat berarti desa yang dibangun atau didirikan oleh subklen marga tersebut, atau desa awal yang mereka tempati sejak menjadi bagian dari masyarakat Karo atau desa asal mereka dari daerah luar budaya Karo. Beberapa desa asal ini seperti Silalahi, Paropo, tidak terletak dalam wilayah Kabupaten Karo, tetapi terletak dalam wilayah Batak yang lain.   

Sembiring dari Pagaruyung dan Sembiring dari Tamil
Klen Sembiring pada masyarakat tersebut di atas berasal dari dua sumber, sumber pertama yang berasal dari Hindu Tamil dan yang kedua berasal dari Kerajaan Pagarruyung. Sembiring yang berasal dari Hindu Tamil disebut Sembiring Singombak. Dijuluki Sembiring Singombak karena dahulu, apabila ada keluarga mereka yang meninggal dunia, mereka tidak mengubur jenasahnya tetapi memperabukannya (dibakar) dan abunya ditaburkan di Lau Biang (Sungai Wampu). Mereka ini berpantang memakan daging anjing. Sembiring Singombak ini terdiri dari 15 sub marga yaitu Brahmana, Pandia, Colia, Gurukinayan, Keling, Depari, Pelawi, Bunu Aji, Busok, Muham, Meliala, Pande Bayang, Maha, Tekang dan Kapur.
Kelompok Sembiring Brahmana, Pandia, Colia, Gurukinayan dan Keling menganggap mereka seketurunan, sehingga mereka tidak boleh mengadakan perkawinan antar sesama mereka. Demikian pula dengan Depari, Pelawi, Bunu Aji dan Busok, mereka ini juga menganggap seketurunan  dan pantang mengadakan perkawinan antar sesama mereka. Namun kesembilan sub marga Sembiring yang terbagi ke dalam dua kelompok ini, boleh mengadakan perkawinan sesama mereka di luar dari kelompoknya.
Sedangkan Sembiring yang berasal dari Kerajaan Pagarruyung terdiri dari lima sub marga yaitu Sembiring Kembaren, Keloko, Sinulaki, Sinupayung dan Bangko. Kelompok Sembiring ini juga memperabukan jenasah keluarga mereka yang meninggal dunia, tetapi abu jenasahnya mereka kubur. Bukan dibuang seperti yang dilakukan kelompok Sembiring Singombak. Mereka ini tidak berpantang memakan daging anjing.
Sama seperti kelompok Sembiring Singombak,  kelompok Sembiring yang berasal dari Kerajaan Pagarruyung ini  juga dilarang mengadakan perkawinan sesama mereka. Khusus untuk Sembiring Bangko. Kelompok ini sekarang berdomisili di Alas, Aceh Tenggara dan sudah menjadi bagian dari masyarakat Alas, seperti halnya para keturunan Raja Hindu Pagarruyung yang menetap di Sumatera Barat sudah pula menjadi bagian dari masyarakat Minangkabau. Saat ini pada umumnya kelompok marga Sembiring ini sudah memeluk agama Kristen atau Islam dan tidak lagi memperabukan jenasahnya seperti dahulu.
Adapun penyebab lahirnya sub-sub marga ini beberapa diantaranya, diduga berasal dari nama daerah asal mereka di India. Misalnya Sembiring Pandia diduga berasal dari daerah  Pandya, Colia dari daerah Chola, Tekang dari daerah Teykaman, Muham dari daerah Muoham, Meliala dari daerah Malaylam, Brahmana dari kelompok Pendeta Hindu.
Dalam hal ini, kelompok marga Sembiring dalam masyarakat Karo, tidak memitoskan asal usulnya seperti etnis atau kelompok marga lain.  Misalnya Batak Toba, yang mengusut asal-usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuh Buhit (Toba), atau   yang mengusul asal usulnya dan berkesimpulan dari lapisan yang paling indah yang mereka sebut Tetoholi Ana’a  yang turun di wilayah Gomo (Nias), atau yang mengkaitkannya dengan  turunan Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit Siguntang Palembang (Melayu).
Dalam masyarakat Karo mitos tersebut berkaitan dengan  totem (totem yaitu  kepercayaan adanya hubungan khusus antara  sekelompok orang dengan  binatang atau tanaman atau benda mati tertentu). Misalnya  haram  mengkonsumsi daging binatang seperti Kerbau Putih, oleh subklen  Sebayang,  Burung Balam oleh subklen klen Tarigan,  Anjing oleh subklen Sembiring Brahmana.

Penutup
Dari uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa orang-orang yang bermarga Sembiring pada masyarakat Karo pada mulanya bukanlah orang “Karo Asli”. Mereka adalah penduduk pendatang yang kemudian berbaur dengan penduduk setempat, yang akhirnya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Karo.     Gejala-gejala seperti ini dapat disamakan dengan  keadaan penduduk di pedesaan daerah Karo saat ini.
Di pedesaan Karo sekarang ini banyak penduduknya “bukan” lagi orang Karo tetapi sudah diisi dengan penduduk pendatang seperti dari Suku Jawa, mereka akhirnya fasih berbahasa Karo dan diberi marga dan justru lebih Karo dari individu  Karo sendiri. Artinya banyak dari mereka lebih memahami adat istiadat masyarakat Karo daripada individu Karo tersebut.
Ciri-ciri utama yang kini masih dapat dikenali dari keturunan Hindu ini adalah marganya. Marganya mengingatkan kepada asal-usulnya, tetapi bila dilihat dari fisik atau warna kulit sudah semakin sulit. Banyak yang bermarga Sembiring tidak lagi berkulit Hitam seperti asal-usulnya, malah banyak yang berkulit kuning langsat mirip bangsa lain seperti Cina.
Dalam pengertian sempit Sembiring hanyalah yang terdapat dalam masyarakat Karo, tetapi dalam pengertian luas (lebih luas) bukan hanya yang terdapat pada masyarakat Karo saja, tetapi semua keturunan yang berasal dari Asia Selatan yang sekarang  sudah membaur dengan penduduk setempat, yang ada di wilayah Indonesia. apakah itu di Aceh yang sudah menjadi bagian dari masyarkat Aceh, di Sumatera di luar masyarakat Karo yang sudah menjadi bagian dari masyarakat setempat. Di Sumatera Barat seperti keturunan Raja Hindu Pagarruyung yang lain yang sudah menjadi bagian dari masyarakat Minang, Jambi, Riau.

Manfaat Pengungkapan Histografi Tradisional
Apa manfaat pengungkapan histografi tradisional seperti ini? Manfaat pengungkapan histografi tradisional seperti ini adalah untuk menunjukkan bahwa boleh jadi, apa yang kita klaim sebagai kemurnian etnis misalnya etnis X, etnis Y,  bukanlah berasal dari klaim etnis yang murni. Mereka yang mengidentifikasi kelompoknya sebagai etnis X, etnis Y kini,  dahulu kala sebenarnya boleh jadi berasal dari dukungan individu-individu  etnis lain yang berasimiliasi, membaur yang akhirnya menjadi bagian etnis X, etnis Y tersebut pada hari ini,   antara lain seperti yang terjadi pada masyarakat  Karo.
Di luar masyarakat Karo,  kasus yang sama dan hampir sama misalnya di Aceh. Dari data sejarah etnis Aceh ada pandangan yang mengatakan Aceh itu adalah akronim dari A (Arab), C (Campa), E (Eropah – Portugis) dan H (Hindi – Hindu). Pandangan ini berasal dari kemiripan bentuk fisik orang Aceh saat ini dengan bangsa-bangsa yang disebut di atas. Misalnya masyarakat Aceh yang tinggal di Kabupaten Aceh Besar, banyak yang bergelar Sayid atau Syarifah, fisik mereka menyerupai orang Arab. Masyarakat Lamno di Aceh Barat menyerupai orang Portugis, masyarakat Aceh di Sigli (Pidie) dan Lhokseumawe (Aceh Utara) banyak yang mirip India (Tamil). Di Sumatera Barat, keturunan Raja Hindu  Pagarruyung. Sedangkan di luar Pulau Sumatera, misalnya masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi ada yang berasal dari keturunan bangsa Eropah (Portugis atau Belanda). Kini para pembauran tersebut sudah menjadi bagian dari masyarakat etnis tersebut.
Kesadaran, pemahaman seperti ini sangat penting, agar kita sebagai individu atau sebagai kelompok tidak mudah terjebak dalam klaim kemurnian etnis, padahal dalam klaim itu ada spirit  provokasi  yang dilakukan oleh kalangan tertentu  untuk kepentingannya apakah itu atas nama etnis untuk kepentingan diri si elit, untuk kelompok si elit  atau mungkin aspirasi politik  si elit di era otonomi daerah ini khususnya dalam kepentingan pilkada atau kepentingan lainnya yang bersifat merusak spirit multikulturalisme atau pluralisme bangsa yang sudah terbangun sejak dahulu kala, sebelum Indonesia menjadi satu negara.
       

Dari sekian banyak tulisan di internet dan biasanya ditulis orang-orang Batak sendiri (Bukan orang Karo) yang katanya mengutip dari “Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987 tentang silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak banyak yang tidak masuk akal. 
Tidak masuk akal disini karena dari tulisan tersebut bisa kita lihat beberapa marga-marga yang ada di Karo dimasukkan menjadi sub Marga atau bagian marga dari Batak itu sendiri tanpa menerangkan asal usul pasti dari marga yang bersangkutan.
Seperti marga sembiring milala yang dimasukkan didalam bagian Keturunan si raja huta lima misalnya. Disana marga sembiring milala disebut adalah kakak beradik dengan marga-marga batak lainnya, seperti pardosi, maha dan sambo.
Sementara bila kita menelisik hasil penelitian yang lebih jelas dengan judul  “PERKAWINAN SEMARGA DALAM KLAN SEMBIRING PADA MASYARAKAT KARO DI KELURAHAN TIGA BINANGA, KECAMATAN TIGA BINANGA,KABUPATEN KARO” yang ditulis oleh Fauziyah Astuti Sembiring S.H. menulis secara lengkap mengenai marga sembiring ini.
Dari hasil karya ilmiah yang ditulis oleh Fauziyah Astuti Sembiring S.H. ini terlihat jelas mengenai asal usul marga sembiring, bahkan dari sekian banyak sub marga sembiring tersebut, dibagi pula menjadi dua kelompok besar, yaitu si man biang dan  si la man biang.
Merga sembiring milala yang di klaim pada tulisan-tulisan kutipan dari Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987 yang kini banyak beredar di internet menjadi tidak masuk akal, karena marga sembiring milala sendiri pada tulisan Fauziyah Astuti Sembiring S.H adalah marga orang karo yang asli berasa dari India dan bukan dari tanah batak.
Berikut adalah pembagian Marga Sembiring yang ada pada masyarakat karo dan secara umum terdiri dari dua kelompok, yaitu :

A. Si man Biang (yang memakan anjing) terdiri dari :
 1. Sembiring Kembaren, (asal usul marga ini dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama ‘pisau bala bari’. Keturunannya kemudian mendirikan Kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negeri Jahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Marga ini juga tersebar luas di Kabupaten Langkat seperti Lau Damak, Batu Erjong-jong, Sapo Padang, Sijagat dan lain-lain).

2. Sembiring Keloko, (menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Marga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu dengan Sampe Raya. Marga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang).

3. Sembiring Sinulaki, (sejarah Marga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren karena mereka masih dalam satu rumpun. Marga Sinulaki berasal dari Silalahi).

4. Sembiring Sinupayung, marga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri).

B. Si la man Biang (yang tidak memakan anjing) atau Sembiring Singombak terdiri dari :
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megitdan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Kinayan dan keturunannya mejadi Sembiring Guru Kinayan. Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian keturunananya kemudian pindah ke Perbesi dan dari Perbesi kemudian pindah ke Limang.

2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.


3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.

4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).

5. Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.

6. Sembiring Keling
Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.
7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.

8. Sembiring Bunuaji
Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.

9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.

10. Sembiring Pelawi
Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.

11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.

12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.
Adanya perbedaan antara Sembiring Siman Biang dengan Sembiring Si La Man Biang sebenarnya menurut Jaman Tarigan, seorang pengetua adat adalah merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah menipu Raja Aceh yaitu dengan mempersembahkan seekor gajah putih padahal sesungguhnya adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat mempersembahkannya hujan turun sehingga tepung beras yang melumuri kerbau tersebut luntur sehingga ia harus melarikan diri.
Dalam pelariannya ia menemukan jalan buntu dan satu-satunya jalan hanya menyeberangi sungai. Sembiring Keling tersebut tidak dapat berenang sehingga ia bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai. Ternyata ada seekor anjing yang menolongnya sehingga ia selamat sampai ke seberang dan dapat meloloskan diri dari kejaran pasukan Raja Aceh. Setelah diselamatkan oleh anjing ia akhirnya bersumpah bahwa ia, saudara-saudara dan keturunannya tidak akan memakan anjing sampai kapanpun.
Akibat dari sumpahnya akhirnya semua Marga Sembiring yang berasal dari India Belakang beserta keturunannya ikut menanggung akibatnya sampai saat ini, yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing maka akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya.