Ketika seorang suku karo bertemu dengan suku karo lainnya, umumnya yang akan ditanyakan adalah,
“kai mergandu?, bere-bere kai kam?” ya kira kira itulah yang disebut dengan
ertutur atau berterombo yakni mencari tahu nama kekerabatan satu sama lain atau
tutur.
merga merupakan marga dari pihak ayah, bere-bere merupakan marga pihak
ibu namun untuk perempuan tidak disebutkan merga tapi beru. Pada
prinsipnya setiap suku karo pasti ada ikatan saudara, bersaudara dalam
defenisi dan tingkatan seperti apa? itulah yang harus ditilik lebih
jauh. Setelah jelas makan akan lahirlah pertanyaan,
“jadi kai dage tuturta?” atau dalam lagu lagu karo dikatakan,
“adi bage kai dage sibahan orat tuturta ?”
Namun mungkin saja sekarang akan jarang kita temui pemuda/i karo
paham perihal tutur ini dengan detail bahkan di tanah karo sekalipun
apalagi di perantauan, tapi sekali lagi ini hanya kemungkinan
, Sebenarnya saya sendiri pun tidak terlalu hattam namun dulu pernah
tahu karna Ayah saya sering menjelaskan, tapi akirnya lupa juga..
Bahkan nama blog ini yang saya namakan sesuai dengan sub marga saya, ternyata saya salah mengeja
hahaha seharusnya berarti sinisuka.wordpress.com bukan
sinusuka.wordpress.com. Tapi ya sudah lah…. itulah alasan saya ingin
mencari tahu dan menuliskan kembali perihal ini untuk mengingatkan saya
bahwa ada kekayaan budaya yang setidaknya tidak bisa saya lupakan
sebagai warisan keluarga saya dan juga tentunya anugerah Tuhan yang
besar.
Banyak kisah, kontrovesi dan nilai-nilai yang menarik tentang Suku
karo, mulai dari kisah kerajaan haru-karo, penemu kota medan, Putri
Hijau, aksara karo, catur karo, kontroversi kebatakan suku karo yang
diperdebatkan banyak sejarawan, sampai kisah “300″ epik kolosal suku
karo di Aceh. Namun karna kurangnya referensi yang memadai rasanya itu
akan menjadi tugas yang berat. Kita akan coba membahas hal-hal yang
sederhana yang saya coba sadur dari berbagai sumber yang bisa saya
peroleh.
Sekali lagi ini merupkan rangkuman yang saya peroleh dari berbagai
sumber, karna sudah jelas saya bukan professor dibidang budaya karo,
Enjoy!!
Merga dalam arti kata harafiah dalam bahasa karo adalah mahal dan
inilah yang dikonotasikan menjadi Fam keluarga Patrilineal di suku karo.
Secara umum ada lima marga suku karo, yang disebut dengan merga silima yaitu:
I. Ginting
II. Karo-Karo
III. Peranginangin
IV. Sembiring, dan
V. Tarigan
Dari kelima marga ini masing-masing memliki submarga tersendiri dan
sedianya adalah penghuni awal dari suatu desa tertentu, sehngga disebut si mantek kuta
dari desa itu. Yang menarik dalam penyampaian sejarah asal usul marga
ini dari turun-temurun kadang ada bahasa penyampaiannya hiperbola, fakta
dikemas dengan narasi fiktif sehingga perlu effort yang lebih untuk
memahaminya. Submarga masing-masing antara lain:
I. Ginting
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
1. Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun.
2. Ginting Munthe
Menurut cerita lisan karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging,
kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan
terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke
Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba
ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting
Tampune.
3. Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga
ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta
Bangun. (R.U. GINTING, SH). Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan
Toba.
4. Ginting Sinusinga
Menurut penulis, sejarah Ginting Sinusinga belum lagi jelas, akan tetapi mereka adalah pendiri kampung Singa.
5. Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann, Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting
yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi
Seragi.
6. Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian
berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana
dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (Ginting 9 bersaudara), yakni :
- Ginting Babo
- Ginting Sugihen
- Ginting Guru Patih
- Ginting Suka ( ini juga ada di Gayo / Alas)
- Ginting Beras
- Ginting Bukit (juga ada di Gayo / Alas)
- Ginting Garama (di Toba menjadi Simarmata)
- Ginting Ajar Tambun, dan
- Ginting Jadi Bata.
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara
perempuan bernama ” Bembem br Ginting”, yang menurut legenda tenggelam
ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga
Sukarame, kecamatan Munte.
7. Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
8. Ginting Tumangger
Hingga sampai saat ini penulis belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi merga ini juga ada di Pak Pak, yakni merga Tumanggor.
9. Ginting Capah
Penulis juga belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi Capah berarti
“tempat makan besar terbuat dari kayu”, atau piring tradisional Karo.
Jadi total ada 17 Submarga ginting. meskipun siwah sada ginting bisa dikategorikan serupa tapi tak sama , dalam tutur sering kesembilan marga siwah sada ginting disebut ersembuyak atau bisa dikategorkan sebagai satu submarga.
II. Karo-Karo
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
1. Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. menrut
legenda disebutkan Purba beristri dua, seorang puteri umang dan seorang
ular. Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
~ Purba
Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
~ Ketaren
Dahulu rupanya merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo
Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu
juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang
memakai merga Purba adalah “Pa Mbelgah”. Nenek moyang merga Ketaren
bernama “Togan Raya” dan “Batu Maler” ( referensi K.E.Ketaren).
~ Sinukaban
Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban. Mungkin sekali yang
disebut ibu umang tersebut, karena kemudian ia menghilang tak diketahui
rimbanya.
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
* Karo-Karo Sekali
Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
* Sinuraya / Sinuhaji
Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
* Jong / Kemit
Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
* Samura, di Samura dan
* Karo-Karo Bukit, di Bukit.
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular
dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan
keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
2. Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah
menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah
berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
- Kaban
Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
- Kacaribu
Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
- Surbakti
Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal
dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga
Sinulingga ini disebut sebagai “Karo-Karo Ulun Jandi”. Merga Lingga juga
terdapat di Gayo / Alas dan Pak Pak.
3. Karo-Karo Kaban
Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal
dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
4. Karo-Karo Sitepu
Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian
berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan
Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu
Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu
Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei
Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti
Kuta Tepu.
5. Karo-Karo Barus
Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli
Tengah). Nenek moyangnya “Sibelang Pinggel” (atau Simbelang Cuping) atau
si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo
karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest).
Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba
karena mengawini impal merga Purba yang disebut “Piring Piringen Kalak
Purba”. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
6. Karo-Karo Manik
Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
Jadi total ada 18 Submarga karo-karo.
III.Peranginangin
Merga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
1. Peranginangin Sukatendel
Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan
Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di
Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
~ Peranginangin Kuta Buluh
Mendiami kampung Kuta Buluh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan
Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi
Melayu.
~ Peranginangin Jombor Beringen
Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,.
Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan
lain-lain.
~ Peranginangin Jenabun
Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan
mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa karo
disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada
hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat petama nahkoda tersebut
tinggal.
2. Peranginangin Kacinambun
Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
3. Peranginangin Mano
Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin
Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil
Ngundong.
4.Peranginangin Bangun
Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke
Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun
Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan “Guru Pak-pak
Pertandang Pitu Sedalanen”. Dimana dikatakan Guru Pak-pak menyihir
(sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk
(ersepah), kutu anjing (Kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin
pada waktu itu terjadi gampa bumi di kampung itu.
Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka
pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi,
Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan
kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga
“Menjerang” dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama
Sigenderang. Merga ini juga pecah menjadi :
* Keliat
Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan
dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di
Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
* Beliter
Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan
penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka
berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung
bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama
kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut
Peranginangin Beliter.
5. Peranginangin Pinem
Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama “Enggang” yang bersaudara
dengan “Lambing”, nenek moyang merga Sebayang dan “Utih”nenek moyang
merga Selian di Pakpak.
6. Sebayang
Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di
Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat,
Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain.
Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo / Alas.
7. Peranginangin Laksa
Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
8. Peranginangin Ulunjandi menetap di desa Juhar
9.Peranginangin Penggarun
Penulis juga belum mengetahui asal-usulnya, akan tetapi Penggarun
berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat
kain tradisional suku karo.
9. Peranginangin Uwir menetap di singgamanik
10. Peranginangin Sinurat
Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan karo bermarga Sinurat
seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta
Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu
kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru
tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga
Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari
Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai
perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
11. Peranginangin Pencawan
Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang
urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu
sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
12. Peranginangin Singarimbun
Peranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br
Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana
berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan
saudaranya tersebut lalu sampailah ia di tanjung Rimbun (Tanjong Pulo)
sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun,
Mardingding, dan Tiga Nderket.
13. Peranginangin Limbeng
Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini
pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin
Prinst, SH berjudul “Sejarah dan Kebudayaan Karo”.
14.Peranginangin Benjerang menetap di Batukarang
15. Peranginangin Namoaji menetap di Kuta Buluh
16.Peranginangin Tanjung menetap di Pernampen dan Berastepu
17. Peranginangin Prasi
Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa
Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini
berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang
tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.
Jadi total ada 23 Submarga Perangin-angin.
IV. Sembiring
Merga Sembiring secara umum membagi diri menjadi dua kelompok yaitu
Sembiring yang memakan anjing dan Sembiring yang berpantang memakan
anjing. (saya baru tahu juga ini
)
a. Sembiring Siman Biang
1. Sembiring Kembaren
Menurut Pustaka Kembaren, asal-usul merga ini terdiri dari Kuala Ayer
Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan
selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca
Tampe Kuala, berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa
pisau kerajaan bernama “Pisau Bala Bari”. Keturunannya kemudian
mendirikan kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan.
Dari sana kemudian menyebar ke Liang Melas, saperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negerijahe, Gunong Meriah,
Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah dan lain-lain. Merga ini juga
tersebar luas di Kab. Langkat saperti Lau Damak, Batu Erjong-Jong,
Sapo Padang, Sijagat, dll.
2. Sembiring Keloko
Menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring
Kembaren. Merga Sembiring Keloko tinggal di “Rumah Tualang”, sebuah desa
yang sudah ditinggalkan antar Pola Tebu dengan Sampe Raya. Merga ini
sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah
Raya dan Limang.
3. Sembiring Sinulaki
Sejarah merga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah
Sembiring Kembaren, karena mereka masih dalam satu rumpun. Merga
Sinulaki berasal dari Silalahi.
4. Sembiring Sinupayung
Merga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri.
Keempat merga ini boleh memakan anjing sehingga disebut Sembiring Siman Biang.
b. Sembiring Singombak
Konon salah seorang nenek moyang merga Sembiring pernah dikejar musuhnya
kemudian menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke sebuah sungai
dan hampir tenggelam. Seekor anjing kemudian menyelamatkan orang itu dan
membawanya ke seberang. Mulai dari situ sungai tersebut dinamakan Lau
Biang dan Merga Sembiring Singombak berjanji untuk pantang makan daging
anjing. Dan juga ada kebiasaan menghanyutkan abu-abu jenasah keluarganya
yang telah meniggal dunia dalam perahu kecil melalui Lau Biang (Sungai
Wampu) yang konon dipercaya di lautan luas akan bertemu dengan sungai
Gangga India yang dianggap suci itu.
Adapun kelompok merga Sembiring Singombak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah
seorang keturunan India yang bernama “Megit”dan pertama kali tinggal
di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe.
2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah
seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis
(Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang
berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu
silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan).
Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.
3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni
kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.
4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak
praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring
Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia.
Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal
kata nama kampung “Limang”. Menurut ahli sejarah karo. Pogo Muham, nama
Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya
selalu bergempet (Muham).
5. Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga
berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya
tinggal di Payung.
6. Sembiring Keling
Menurut cerita lisan karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah
menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu
Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan
tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya
terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring
Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.
7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai
ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah
Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan,
yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah
menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan
Bekancan.
8. Sembiring Bunuaji
Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.
9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk
ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten
Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama
Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung
Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan
dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.
10. Sembiring Pelawi
Sejarah mengatakan,bahwa Sembiring Pelawi diduga berasa dari India
(Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di
Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu “Sierkilep Ngalehi”,
menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi
Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini
masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring
Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan
lain-lain.
11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.
12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat / bersaudara dengan Sembiring Milala. Di
Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala.
Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak- anak
mereka. Rurun untuk merga Milala adlah Jemput (laki-laki di Sari Nembah)
/ Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun
Sembiring Tekang adlah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta
pantekennya adalah “Kaban”, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan
merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang
diangkat anak oleh merga Sinulingga.
V. Tarigan
Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. “Legenda Merga Tarigan” dalam
bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978) yang menyebutkan merga Tarigan ini
tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba
sekarang. Mereka disebut sebagai bangsa Umang. Pada suatu hari, isteri
manusia umang Tarigan ini melahirkan sangat banyak mengeluarkan darah.
Darah ini, tiba-tiba menjadi kabut dan kemudian jadilah sebuah danau.
Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan
dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu. Tiga
orang keturunan merga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu
diserang oleh burung “Sigurda-Gurda”
berkepala tujuh. Untuk itu Tarigan memasang seorang anak gadis menjadi
umpan guna membunuh manok Sigurda-gurda tersebut. Sementar di bawah
gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng merga Tarigan.
Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis
itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala
burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala
tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang merga Tarigan ini lalu
memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini
mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau
penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging merga Ginting
Manik lalu minta bantuan kepada merga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya
tersebut. Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan
merga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ;
Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan
Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru
Ginting Manik.
Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan
Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu.
Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek
Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan
Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan
keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik
yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian
berangkatlah dua orang Merga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang
kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor
Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit
(perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung
(laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah
Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).
Adapun cabang-cabang dari merga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
1. Tarigan Tua, kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan
Pergendangen ;
2. Tarigan Bondong, di Lingga ;
3. Tarigan Jampang, di Pergendangen ;
4. Tarigan Gersang, di Nagasaribu dan Beras Tepu ;
5. Tarigan Cingkes, di Cingkes ;
6. Tarigan Gana-gana, di Batu Karang ;
7. Tarigan Peken (pecan), di Sukanalu dan Namo Enggang ;
8. Tarigan Tambak, di Kebayaken dan Sukanalu ;
9. Tarigan Purba, di Purba ;
10. Tarigan Sibero, di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong
Beringen, Selakar, dan Lingga ;
11. Tarigan Silangit, di Gunung Meriah (Deli Serdang) ;
12. Tarigan Kerendam, di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke
Siak dan menjadi Sultan disana ;
13. Tarign Tegur, di Suka ;
14. Tarigan Tambun, di Rakut Besi dan Binangara ;
15. Tarigan Sahing, di Sinaman
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di
Sibayak Interntional Hotel Berastagi merekomendasikan, agar pemakaian
merga berdasarkan “merga silima”, yaitu ;
1. Ginting
2. Karo-Karo
3. Peranginangin
4. Sembiring, dan
5. Tarigan
Sementara sub merga, dipakai di belakang merga, sehingga tidak terjadi
kerancuan mengenai pemakaian merga dan sub merga tersebut.
Tutur seperti yang telah dijelaskan diatas merupakan tingkat
kekerabatan atau nama kekerabatan satu sama lain, namun untuk itu kita
harus membahas terlebih dahulu hal-hal yang mendasari tutur tersebut.
~RAKUT SI TELU
Rakut Sitelu atau dalam arti harafiah tiga pengikat atau juga disebut
daliken sitelu artinya 3 batu tungku api (dalam suku batak Toba disebut
dalihan na tolu) . Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh
(kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah
lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari
tiga kelompok, yaitu:
Kalimbubu
Anak Beru
Senina
Ketiga rakut diatas dapat dibagi lagi kedalam sub-sub bagian masing yakni :
1. Kalimbubu
Kalimbubu dapat didefenisikan sebagai keluarga pemberi istri jadi
keluarga pihak ibu merupkan kalimbubu bagi pihak pria. Kalimbubu sering
juga di sebut sebagai dibata ni idah (atau tuhan yang kasat mata)
sehingga harus hormat kepada pihak kalimbubu atau mehamat erkalimbubu. Dapat dibagi lagi menjadi :
- Kalimbubu tua/kalimbubu bena-bena
- Kalimbubu simupus/kalimbubu dareh
- Kalumbubu Kampah
- Kalimbubu simajek dalikan
- Kalimbubu siperdemui
- Kalimbubu sembuyak
- Kalimbubu taneh/Kalimbubu sinajek lulang
- Puang Kalimbubu/ Kalimbubu dari kalimbubu
- Puang ni puang/Kalimbubu dari puang kalimbubu
2. Senina
Senina merupakan keluarga satu garis keturunan atau semarga atau hubungan lain yang semarga. Dapat kita kelompokkan menjadi :
- Sembuyak
- Senina Siparibanen
- Senina Sipemeren
- Senina Sipengalon
- Senina Sicimbangen
3. Anakberu
Anakberu merupakan keluarga yang mengambil isteri atau pihak
mempelai pria. Anakberu dapat kita bagi lagi menjadi beberapa sub
bagian:
- Anakberu Ipupus/anakberu dareh
- Anakberu Iangkip
- Anakberu Sincekuh baka tutup
- Anakberu Tua
- Anakberu Singerana/sirunggu/singerakut bide
- Anakberu Menteri
- Anakberu Singikuri
- Anakberu Singikuti
Untuk penjelasan detail ketiga sangkep nggeluh diatas akan dilanjutkan kemudian
maaf referensi masih terbatas
~TUTUR SI WALUH
Nah tibalah kita pada terombo,
Tutur siwaluhadalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang terdiri dari delapan golongan tutur:
- Kalimbubu
Yaitu keluarga dari mempelai wanita
- Puang kalimbubu
Yaitu Kalimbubu dari Kalimbubu
- Senina
Yaitu kelurga semarga
- Sukut/Sembuyak
Yaitu keluarga sedarah saudara kandung namun biasa juga di pakai untuk keluraga satu sub marga.
- Senina Sipemeren
Yaitu Saudara karena ibu mereka bersaudara atau saudara satu bere-bere.
- Senina sepengalon/sedalanen
Yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
- Anak beru
Yaitu keluarga yang mengambil isteri atau pihak mempelai pria
- Anak beru menteri
Yaitu anak beru dari anak beru.
~PERKADE-KADEN SEPULUH DUA TAMBAH SADA
Saya juga kurang paham kenapa disebut
Perkade-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (kekerabatan dua belas tambah satu) kok ga disebut
Perkade-kaden sepuluh Telu aja atau kekerabatan tiga belas, hahaha
tapi sudah lah, Ke-13 kekerabatan/
Perkade-kaden itu antara lain :
- Bapa
- Nande
- Anak
- Nini
- Bulang
- Kempu
- Bengkila
- Bibi
- Permen
- Mama
- Mami
- Bere-bere
- Teman Meriah
Sebenarnya penjelasan diatas masih perlu banyak penyempurnaan dan penjelasan yang lebih detail yang saya sendiri kurang paham,
tapi kedepan akan coba saya perbaiki satu per satu, kalau ada input
silahkan di comment saja, saya akan sangat menghargai jika ada masukan
dan koreksi yang membangun
, Mejuah-juah. Tuhan masu-masu…